WINDA SANTRIWATI BAIK HATI


Suara burung berkicau. Pertanda mentari telah datang. Winda bangun dari tidurnya. Saat itu ia baru duduk di bangku SD. Winda adalah sosok orang yang sangat baik hati, pintar dan sering membantu ibunya. Inilah kisah perjuangan Winda yang ingin membantu warga desanya. Suatu hari ibunya berkata pada Winda.

“Win, suatu hari nanti kalau kamu sudah lulus dari sekolah dasar kamu ingin sekolah dimana?”

“Aku ingin bersekolah di sekolah favoritku, Ibu,” jawab Winda.

“Kamu harus rajin belajar supaya kamu bisa mendapat nilai yang bagus.”

“Andai saja aku tidak mendapatkan nilai yang aku harapkan apakah ibu akan marah?”

“Tentu tidak. Nilai itu hasil dari kerja keras kamu selama ini dan Winda harus mempunyai pikiran yang positif.”

Hari hari itupun berlalu Winda yang dulunya duduk di kelas 6 SD sekarang sudah berakhir Winda memikirkan dengan sepenuh hati dan membayangkan satu hal yang sebelumnya tidak terfikirkan olehnya.

“Kalau aku menjadi santri bagaimana ya?”

Dengan usaha dan kerja keras kini Winda mendapatkan nilai ujian yang memuaskan.

“Apakah aku harus bersekolah di SMP Negeri dengan nilai tersebut. Winda terus memikirkannya sampai suatu hari dia ingin berbicara dengan ibunya.

“Ibu kini aku sudah mendapat nilai ujian yang sesuai dengan keinginanku.”

“Kalu begitu Winda harus berterima kasih kepada Allah. Winda tidak boleh sombong.”

“Baik, Ibu. Winda berjanji akan selalu menuruti perintah ibu. Ibu andai saja aku ingin belajar di pondok pesantren apakah ibu menyetujuinya?"

“Ibu tentu boleh, Winda? Itu kan hak kamu. Yang penting kamu bersekolah dengan sungguh-sungguh.”

“Di desa kita kan belum pernah ada yang belajar di pondok pesantren jadinya Winda terinspirasi untuk bersekolah dan mondok."

“Baiklah Winda kalau itu maumu tapi Winda harus berjanji pada ibu bahwa Winda harus bersungguh sungguh dan harus mengingat apa perintah ibu padamu.
“Baiklah, Ibu."

Winda pun diantar orang tuanya ke pondok pesantren saat itu orang tuanya melepaskannya dan masih ada rasa untuk tidak jauh dari anak pertamanya itu. Hari sudah berlalu. Kini hari pertama Winda masuk kelas 7 SMP Islam Probolinggo. Winda sangat senang karena ibunya mendukungnya. Winda yang dulunya di kelas 7 sekarang tumbuh menjadi dewasa. Segala aktivitasnya di pondok pesantren dia mengikutinya dengan senang hati. Winda berfikir satu hari jika dia lulus dari pondok Winda ingin membantu warga desanya karena jembatan yang dilewatinya sudah tidak layak untuk digunakan.

Winda mencari ide untuk bisa memperbaikinya. Winda pun menabung sedikit demi sedikit. Uang itupun terkumpul menjadi banyak. Setiap hari Winda menyisihkan uang sakunya.
Satu bulan berlalu.

Winda pulang ke rumahnya karena sekolah dan pondok pesantrennya diliburkan karena banjir. Tapi anehnya kamar Winda saja yang terkena banjir. Karena kamar Winda berada di bawah tanah dan dekat dengan sungai. Winda lalu bercerita kepada ibunya.

“Winda dapat apa aja selama ada di pondok pesantren?”

“Sekarang Winda sudah dapat menghafal juz Amma dan bisa membaca al-Qur’an dengan lancar. Winda juga bisa membaca kitab Umrithi, Jurumiyah dan juga Alfiyah. Pokoknya seneng banget.”

“Ya. Memang di pondok pesantren itu enak dan mempunyai banyak teman.”

“Tidak kebayang selama ini Winda menjadi santri.”

3 tahun berlalu kini saatnya Winda berpisah dengan teman-temannya di pondok pesantren dan sekolahnya.

“Bu, hari Senin nanti seluruh orang tua wali murid diundang untuk datang ke acara pelepasan siswa siswi.”

“Ok kalau begitu nanti ibu akan datang bersama ayahmu, Winda.”

“Jam berapa acaranya, Winda?”

“Belum tahu. Nanti satu hari sebelum perpisahan orang tua wali murid akan diberi surat pemberitahuan dari sekolah dan pondok pesantren.”

“O gitu. Winda harus semangat berada di pondok pesantren dan ingat jaga kesehatanmu agar kamu tidak sakit.”

“Baik, ibu. Winda harus pergi lagi ke pondok untuk persiapan besok.”

Hari H telah tiba. Winda dan teman-temannya menunggu kehadiran orang tuanya masing-masing.

Sepuluh menit kemudian orang tua mereka berdatangan dan acara untuk pelepasan siswa siswi akan dimulai. Winda sangat senang sekali karena melihat orang tuanya yang bahagia. Air mata kebahagiaan Winda pun menetes. Karena sangat menyentuh jiwanya. Tak lama lagi acara selesai. Kedua orang tua Winda berjalan menuju pondok pesantren karena menghadiri acara pelepasan santriwati PP Roudhotul Muttaqin. Tak lama lagi acara akan dimulai dengan pembukaan. Pengasuh dari pondok pesantren Probolinggo itu mengumumkan bahwa ada peringkat di dalam pembacaan kitab Jurumiyah, Umrithi, dan Alfiyah.

Winda dan orangtuanya serta teman-teman serta walinya ikut tengang. Pengasuh ponpes pun langsung mengumumkan sesuatu. Siapa yang dipanggil harap berjalan menuju panggung sekarang. Winda sangat tegang dan bola matanya tidak bisa berkedip. Pengasuh menyebutkan dari peringkat tiga.

Peringkat tiga dijatuhkan kepada Reka. Harap maju ke depan untuk mengambil hadiahnya.
Peringkat dua dijatuhkan kepada Randi
Dan. . . .peringkat pertama adalah Winda.

Winda langsung sujud syukur. Orang tua Winda memeluknya dengan erat. Winda langsung menuju ke panggung. Tak bisa disangka bahwa selama ini Winda berusaha dengan semaksimal mungkin. Hadiahnya sudah diberikan kepada masing-masing yang mendapatkan nilai bagus. Kini saatnya untuk foto bersama dengan orang tuanya. Acara sudah selesai. Winda pun membawa dua buah tas besar yang berisi semua peralatannya untuk dibawa pulang.

Air mata kesedihanpun menetes dan Winda bermusafahah dengan teman-teman serta pengasuhnya. Setelah itu Winda perjalanan untuk pulang. Sesampainya di rumah Winda memberi tahu ibunya selama tiga tahun ini Winda menabung untuk memperbaiki jembatan.

“Sungguh luar biasa dan mulia sekali hatimu, Nak.”

Lalu ibunya memberikan hadiah ponsel karena usia Winda yang sudah menginjak remaja. Setelah itu, Winda dibantu orang tuanya untuk mencari tukang yang akan memperbaiki jembatan.

Tukang itu pun datang bersama teman-temannya untuk memperbaiki jalan jembatan. Pak RT pun ikut datang. Betapa terkejutnya Pak RT. Beliau kemudian bertanya:

“Dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak ini?”

“Ini uang tabunganku selama berada di pondok pesantren.”

Pak RT kagum dengan apa yang di dengar. Setelah jembatan sudah bisa digunakan Pak RT serta warga desa Banyumanik memberi penghargaan atas apa yang Winda lakukan. Kini saatnya Winda belajar di SMK N 01 Jombang. Setelah lulus, Winda meneruskan kuliahnya di Universitas Negeri Surabaya dan mengambil jurusan ilmu kedokteran.  Sekarang Winda sudah berkeluarga dan pekerjaannya sebagai dokter.  Walaupun begitu dia tidak pernah sombong. Winda datang ke rumah orang tuanya karena di desa orang tuanya diadakan pengajian doa bersama karena kemahiran Winda membaca al-Qur’an. Warga desanya pun menganggapnya sebagai ustadzah. Setiap kali ada doa bersama Winda diundang pada acara seperti itu. Inilah kisah dari Winda.



Oleh: Berliana Reiva Jeni Atmelia Kelas 7C